Kamis, 05 Desember 2013


Penyadapan (1) adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan penyadapan pembicaraan melalui telepon dan atau alat komunikasi elektronika lainnya. (Pasal 1 Angka 18 UU Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika). Penyadapan (2) adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya. (Pasal 1 Angka 19 UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).
Jakarta - Dua buah media Australia Fairfax yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald pada (26/7/2013) telah membuat heboh sementara wacana politik yang berkembang saat ini di Indonesia, ini akibat pemberitaan mereka yang menyampaikan bahwa rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah disadap ketika menghadiri KTT G20 yang diselenggarakan di London, Inggris pada April 2009. 

Selain rombongan SBY, banyak kalangan menilai kemungkinan lainnya yang disadap adalah negara-negara calon penguasa dunia seperti Cina, India, Afrika Selatan, Rusia dan Brazil. Surat Kabar Sydney Morning Herald edisi 26 Juli 2013 menyatakan, pemberitaan tersebut hanyalah untuk keuntungan pihak Australia dengan menyebut sebagai “excellent intelligence support” dan “much information” atas informasi yang diberikan Inggris dan AS, khususnya informasi terkait Indonesia (SBY), India (Manmohan Singh) dan Cina (Hu Jintao). 

Keuntungan tersebut terutama untuk para diplomat Australia dalam kampanye untuk mendapatkan kursi di DK PBB. Sebenarnya tidak disebutkan kekhususan Indonesia, hanya saja pihak Australia menyebutkan “a priority for us, always”.

Sebelumnya, soal penyadapan ini juga dikemukakan beberapa media asing seperti Global Post dalam edisi 16 Juni 2013 yang menyatakan, penyadapan tidak hanya ditargetkan untuk Indonesia, namun semua delegasi yang hadir. Global Post memberitakan, Pemerintah Inggris, diungkapkan Edward Snowden, kepada Government Communication Head Quarter (GCHQ) melakukan penyadapan telepon dan memonitor komputer yang digunakan oleh pejabat-pejabat yang ambil bagian dua pertemuan tingkat tinggi keuangan internasional.

Sedangkan, The Guardian pada 16 Juni 2013 menulis, beberapa pejabat yang menangani perekonomian dimonitor ketika menggunakan kafe-kafe internet yang sudah disediakan oleh panitia penyelenggara. GCHQ di Inggris dan National Security Agency, Amerika Serikat yang memiliki akses terhadap rekaman telepon dan data internet dimaksudkan untuk mencegah aksi kriminal yang serius atau teroris. Monitoring peserta G-20 tampaknya sudah diorganisir untuk tujuan yang rutin guna pengamanan dalam pertemuan.

Menanggapi pemberitaan dua media Australia tersebut, pihak Istana melalui Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah menyampaikan, "Kalaulah hal tersebut benar terjadi, penyadapan bukanlah sesuatu tindakan yang etis dalam kehidupan antar dua negara bersahabat," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada detikcom, Minggu (28/7/2013). 

Faiza mengatakan pemerintah juga sudah mengetahui sinyalemen tindakan penyadapan yang dilakukan intelijen Inggris itu melalui pemberitaan media asing. Namun sepengetahuan Faiza belum ada pernyataan dari pihak Ingggris yang membantah informasi tersebut. "Begitu pula belum ada yang membenarkannya," imbuh Faiza yang pada 2009 masih menjadi Jubir Kementerian Luar Negeri (Kemlu) ini.

Menurut Faiza, mengetahui sinyalemen itu melalui media bukan berarti benar terjadi. Oleh karena itu saat itu pemerintah tidak melakukan konfirmasi atas informasi tersebut. "Mengetahui sinyalamen media bukan berarti benar terjadi. Mekanisme hubungan antar negara kan ada dalam berbagai modalitas, ada yang bersifat diplomatik ada juga kerjasama antara instansi intelijen," tutupnya. 

Pendapat hampir senada juga dikemukakan mantan Wapres RI, Jusuf Kalla yang menilai penyadapan tersebut tindakan tidak etis dalam hubungan internasional antar negara.

Makna Tersembunyi

Penyadapan yang dilakukan oleh Inggris ini bisa dikatakan sebagai sebuah tidakan yang cukup memalukan apalagi dalam Konferensi KTT tersebut, Inggris tengah menjadi tuan rumah KTT G20 yang bertempat di London. Menunjukkan betapa takutnya dan rasa ingin tahunya mereka kepada rombongan Indonesia. Penyadapan ini dalam perspektif intelijen juga harus dilihat sebagai upaya pihak penyadap terutama Inggris terhadap kepentingan nasionalnya di Indonesia terutama kepentingan ekonomi apakah terganggu ataukah tidak.

Kemungkinan Inggris melakukan penyadapan terhadap rombongan SBY dan beberapa rombongan lainnya, karena mereka melihat potensi besar yang dimiliki Indonesia terutama terkait dengan kebangkitan abad ke-21 yang disebut dengan kebangkitan Asia Pasifik, dimana negara yang menjadi episentrum dari kebangkitan tersebut adalah Indonesia. Bahkan, beberapa futurolog memprediksikan bahwa Indonesia akan menjadi calon penguasa dunia pada tahun 2045 atau 2050 dengan menempati ranking ke-8 mengalahkan Inggris, Jerman, dan beberapa negara lainnya yang diprediksi mengalami kebangkrutan. 

Apalagi banyak kalangan analis internasional yang membuat assessment bahwa Indonesia saat ini menjadi negara yang tidak bisa dianggap remeh lagi, berbagai lini sektor di Indonesia tengah mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari segi pertahanan militer, edukasi, sosial bahkan ekonomi pun tengah mengalami berbagai kemajuan. Di sinilah, pihak Inggris ingin mendapatkan informasi awal melalui penyadapannya, apakah kebangkitan Indonesia tersebut akan membahayakan kepentingan nasionalnya ataukah tidak.

Indonesia selama ini menganut prinsip dalam hubungan internasional yang bersifat dynamic equilibrium sertazero enemies, thousand friends, sehingga penyadapan tersebut tidak bermakna apapun, karena Indonesia bukanlah negara yang mengancam negara manapun juga. Indonesia tidak memiliki intention (niat) yang membahayakan negara lainnya. Indonesia ingin menjadi negara yang rahmatan lil alamin bagi lingkungan strategis di sekitarnya dan di wilayah global, sehingga penyadapan tersebut menjadi “meaningless”. 

Di samping itu, penyadapan tersebut juga menunjukk

an tingkat kematangan dan kedewasaan berdemokrasi di Inggris jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia, karena bagaimanapun juga penyadapan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan privacy. Penyadapan ini juga mengingatkan Pemerintah Indonesia agar tidak langsung percaya “dengan janji-janji diplomatik” seperti misalnya Inggris yang menyatakan masalah Papua adalah masalah dalam negeri Indonesia dan keberadaan Papua di Indonesia sudah final. Bisa jadi, hal tersebut hanya lips service semata. Ini makna lainnya dibalik penyadapan tersebut atau dengan kata lain penyadapan menimbulkan ketidakpercayaan dalam diplomatik.

Pertanyaan mendasarnya sekarang ini adalah apa motif atau mengapa media Australia memberitakan berita yang sudah usang tersebut sekarang ini. Jawaban singkatnya, berita yang disampaikan oleh kelompok Fairfax Media merupakan pengulangan berita pada Juni 2013 yang menguntungkan Australia. 

Tidak menutup kemungkinan melalui blow up berita tersebut, Australia ingin mengetahui bagaimana respons Indonesia terkait beberapa masalah strategis yang akan dihadapi Australia terkait dengan kepentingan Australia khususnya penarikan pasukan dari Afganistan pada 2014, Pemilu di Timtim, referendum di Bougenville, masa depan RAMSI di Kepulauan Solomon dan lain-lain. Respons Indonesia terhadap masalah-masalah tersebut bagi Australia adalah penting, karena Indonesia adalah negara besar. 

0 komentar: